"Mas, ini punya siapa? Namanya ada di mana mana lho."
Pak bojo berpaling mengabaikan.
"Ih, ditanyain kok."
"Aku gak kenal." Jawabannya singkat padat dan bikin tambah penasaran.
Sebagai fans sejati conan edogawa, jiwa detektif ku tidak terima dengan jawaban ambigu itu. Apalagi ada dua identitas wanita tak dikenal dalam tas kecil miliknya. Setelah ku selidik dengan kecerewetan tingkat tinggi, meluncurlah pengakuan mengejutkan dari pak bojo.
Pada suatu hari saat aku tak ada di rumah, seorang wanita paruh baya datang ke rumah kami. Wanita itu datang dengan maksud meminjam uang untuk membawa berobat cucunya yang konon katanya terjatuh. Tanpa curiga atau merasa aneh, pak bojo meminjamkannya 250 ribu guna membawa cucunya pijat.
"Emang sampeyan kenal? Kok mau minjemin uang segitu hanya dengan jaminan foto copy ktp dan kartu askes?" Protesku.
"Ya kan kasihan, lagian dia jadiin ponselnya sebagai jaminan kok." Dalihnya membela diri.
"Terus mana ponselnya?" Tanyaku lagi.
Ia pun melanjutkan cerita. Ternyata ponselnya sudah diambil ibu tua itu lagi. Setelah mendapat uang, tak berapa lama wanita itu datang lagi dan bilang bahwa cucunya harus dibawa ke UGD dengan segera sehingga ia butuh ponsel itu untuk menghubungi keluarganya. Tanpa pikir panjang pak bojo memberikan ponsel yang tadinya dijadikan jaminan uang 250 ribu. Tentu karena tak tega dan berpikir bahwa seorang wanita tua sedang butuh pertolongan. Diberikan lah kartu askes dan foto copy ktp dengan identitas yang berbeda satu sama lain sebagai ganti jaminan hutangnya.
Aku melongo, rasanya mau protes lagi tapi takutnya pak bojo enggan cerita. Karena bukan hanya anak saja yang takut jika kita salahkan. Pasangan pun akan merasa muak jika terus kita salahkan saat melakukan sesuatu.
Dan cerita itu tak berakhir di situ. Ternyata wanita tua itu datang untuk ketiga kalinya di hari yang sama. Kali ini mengabarkan bahwa cucunya telah meninggal dan hendak meminjam uang dengan total 1 juta untuk proses membawa cucunya pulang. Namun pak bojo menolak meminjamkannya. Kalau sudah meninggal ya sudah. Pak bojo bukan orang perhitungan sehingga tak meminta kembali uangnya. Tapi juga tidak mau berurusan panjang dengan orang tak dikenal.
Setelah cerita usai, aku mengajaknya mencerna kejadian.
"Menurutmu itu bukan penipuan?"
"Masak sih ada nenek yang mendoakan cucunya meninggal?!" Sanggahnya.
"Kalau menurutku sih penipuan. Pertama, normalnya wanita tua tidak mungkin minta bantuan orang yang tidak dikenal. Jika butuh bantuan pasti kepada yang terdekat, tentunya keluarga. kalau tidak ada keluarga, ya kepada tetangga.
Kedua, dia bisa menghubungi keluarganya dengan ponsel kenapa tidak dari awal menelpon? Kenapa mesti meminjam ke sampeyan? Dan kenapa datang lagi kalau sudah menghubungi keluarganya? Aneh kan?"
Tidak sia-sia hobi nonton shinichi, jadi bisa buat deduksi panjang kali lebar. Haha.
Pak bojo manggut-manggut tanda setuju. Bahkan mau melacak keberadaannya dari ktp yang ditinggal. Tapi segera ku cegah. Kalau ternyata ibu tua itu memang orang yang membutuhkan, maka kasihan sekali jika kita beritakan hal ini ke orang-orang. Toh uang itu sudah dianggap sedekah. Kalaupun penipuan, melacaknya adalah hal yang sia-sia. Buang tenaga. Karena tidak mungkin penipu meninggalkan identitas asli. Apalagi pak bojo tidak bisa memastikan wajah dibalik masker apakah sama dengan ktp yang diberikan. Maka kita anggap saja semua kejadian ini pengalaman. Tidak ada hal yang sia-sia dalam sebuah kejadian.
0 komentar