Sunday, November 25, 2018

Darurat Sampah Plastik

Darurat Sampah Plastik

Subuh tadi adalah jadwal rutin bersepeda dengan anak-anak. Selain olahraga kami juga bisa menikmati jalanan yang masih sepi tanpa asap knalpot. Meskipun jalan yang kami lalui ya itu-itu saja. Sehingga hal yang membuat kami hafal sekaligus miris adalah setiap jalan menuju lapangan sekolah dipenuhi sampah yang berserakan. Padahal itu adalah area tempat menuntut ilmu, tapi keberadaan sampah plastik seolah menjadi pemandangan yang biasa. Malah para siswa sekolah itu sendiri penyumbang sampah-sampah plastik di setiap jalan.

Sedih, saat menyadari bahwa sekolah hanya men-transfer ilmu dari buku tapi abai terhadap menjaga lingkungan hidup. Tapi itu bukan kesalahan mereka semata, karena mau atau tidak mau mengakui kita sebagai orang tua lah yang lalai mengajarkan pentingnya menjaga kebersihan, juga bahaya sampah plastik. Karena sedari kecil anak-anak hanya belajar tentang calistung tapi lupa belajar membersihkan rumah. Malah para orang tua sendiri lah yang melarang anaknya memegang sapu saat masih kanak-kanak. Sehingga anak-anak hanya tau bahwa bebersih bukan tugas mereka. 

Maka jangan heran saat kita membaca berita tentang seekor paus jantan yang mati dengan 5,9 kilogram sampah plastik di dalam perutnya. Meskipun belum dipastikan apakah sampah plastik itu penyebabnya atau bukan,tapi kita dapat melihat betapa mengerikannya perbuatan manusia terhadap lingkungan.
Seharusnya kita pun tak perlu menggerutu kalau setiap musim hujan sungai meluap, selokan mampet dan terjadi banjir. Karena kita sendiri lah penyebabnya. Sampah-sampah plastik itu adalah bukti bahwa kita perusak alam dan bangsa yang lalai.

#RumlitIPJepara


Read more

Saturday, November 17, 2018

Belajar Dari Animasi Brave

Me time hari ini nonton film. Enggak sengaja lihat animasi apik di televisi. Brave (2012) ini salah satu favorit saya. Ceritanya sudah hampir hafal di luar kepala. Tapi ini bukan mau membuat sinopsis film ya. Hanya mau bilang kalau ini bagus. Banyak pelajaran istimewa dari film tersebut. Sebagai seorang ibu kerap kali kita mengabaikan perasaan anak-anak saat membuat keputusan dengan alasan semua karena kita mencintai mereka. Sebagai seorang anak kita hanya  memikirkan diri sendiri dan menuntut untuk mendapat apa yang kita mau. Sehingga komunikasi itu tidak terjalin dengan baik karena kita hanya mau didengarkan dan dipahami tapi tak melakukan yang sebaliknya. Ah, jadi berkaca pada diri sendiri karena saya seorang anak yang sekaligus jadi ibu.

Setelah merasa disentil dengan pertengkaran Merida dan Ratu Elinor,ibu nya, adegan yang paling membuat saya mewek bermenit-menit adalah saat Merida melihat ibu nya tak kunjung kembali menjadi manusia. Lalu dengan berderai air mata ia mengungkapkan rasa sesal sekaligus cinta nya pada sang ibu. Kejadian Itu mirip kita di dunia nyata kan?
Saat di dekat orang tua, kita tak peduli bahkan cenderung menentang. Tapi ketika dihadapkan kenyataan pada sebuah kehilangan, kita lantas menangis tersedu menyesal dan berharap mereka kembali ke sisi.
Di dunia maya sering sekali kita menuliskan pujian untuk ibu, tentang cinta yang kita miliki tapi saat bertemu malah terjadi pertengkaran-pertengkaran yang tak ada habis nya. Lalu esok hari kita bungkus permohonan maaf dengan diam karena meyakini bahwa beliau tidak akan menyimpan benci pada kita.
Entah kenapa meminta maaf itu sangat berat. Padahal dengan satu kata saja akan banyak luka yang disembuhkan. Sehingga penyesalan tak perlu datang.

#RumlitIPJepara




Read more

Thursday, November 8, 2018

Menjadi Orang Tua Itu Tak Mudah

Teori memang tak mudah dilakukan. Beberapa kali membuka buku parenting tak membuat saya dan suami bisa meng-handle anak-anak yang sedang berebut semua benda. Dan setiap kali saya harus memejamkan mata lalu menarik nafas dalam-dalam agar tidak ada yang meledak saat salah satu dari mereka berakhir menangis.
Tapi itu bukan berarti mereka tak pandai berbagi. Bahkan untuk anak usia 5 tahun, Mariyah sangat menyayangi adik nya dan berbagi apa yang ia punya. Seperti siang tadi, saat mendapat sepotong roti coklat dari tetangga, ia pun segera berlari mencari adik nya untuk makan bersama.

Hanya saja adakalanya mereka satu sama lain tak mau mengalah dan itu lah yang membuat ibu nya hanya bisa mengacak-acak rambut di kepala. Rasanya semua yang pernah saya baca di buku menguap entah kemana. Apalagi saat menghadapi karakter Khadijah yang suka menggoda kakak nya, saya kehilangan kata-kata untuk bisa mengalihkan nya.

“Menjadi orang tua itu tidak mudah ya Bang.” kata saya berharap mendapat pencerahan dari suami. Dan sayangnya hanya dijawab dengan embusan nafas panjang.
Mungkin perasaan ini juga pernah dialami orang tua kita di masa lampau. Berbagai cara digunakan untuk mengajari dan mendidik dengan baik. Kadang ada yang pas diterapkan, kadang pula tak menghasilkan yang diharapkan. Lalu hanya bisa menguatkan diri, bahwa ini semua ikhtiar.


#RumlitIPJepara

Read more

Metode KonMari

“Bruk”
Suara tumpukan pakaian anak-anak jatuh ke lantai. Semua yang saya susun dan rapikan selama 1 jam hanya mampu bertahan 1 menit dalam lemari. Semua itu tak terjadi hanya sekali tapi berulang kali dalam beberapa tahun ini. Bosan, kesal rasanya. Maka dari itu mesti ada perubahan.
Dari situlah jadi teringat Marie Kondo, seorang konsultan berbenah. Saya mengenal nama itu dari kuliah whatsapp beberapa waktu lalu. Tapi tsunami chat grup membuat saya lupa apa isi kuliah tersebut. Parah banget ya? Terlalu bersemangat mengikuti semua kulwhap, sampai tak ada satupun ilmu yang tercantol di kepala.

Saya mulai dari awal, menonton channel “Tidy up with konmarie” via YouTube. Membaca buku best seller nya yang diterbitkan lewat penerbit Bentang dan juga belajar dari postingan-postingan via Instagram.
Tapi semua itu tak akan lengkap kalau kita tak memulai dengan praktik dong. Sehingga pertama-tama yang mesti dibenahi adalah pakaian anak-anak. Semua saya tumpahkan ke lantai seperti petunjuk dari buku “the life-changing magic of tidying up”. Anak-anak saya ajak untuk memilih apa baju ini masih ia sukai atau tidak dan mereka tampak gembira karena diajak memilah baju.

Semua nya terasa mudah. Melipat dan menyimpan nya pun tak sulit karena pakaian mereka kecil-kecil dan hanya butuh beberapa kotak kardus bekas air mineral untuk mengelompokkan nya. Dan setelah mengobservasi beberapa hari memang anak-anak mudah mengambil baju yang disukai tanpa membuat yang lain berantakan.

Disini bisa dibilang sukses. Dan kendala itu datang saat membenahi lemari saya sendiri. Ternyata tumpukan pakaian itu harus saya singkirkan dan menyisakan baju yang saya sukai dan dibutuhkan. Ada baju-baju penuh kenangan. Kebaya pernikahan yang tak mungkin dipakai lagi tapi berat disingkirkan. Dan banyak lain nya.
Setelah berhari-hari saya baru mampu memilah isi lemari. Bahkan sampai lupa ada banyak tugas di whatsapp group karena selama seminggu saya galau.

Kini saya harus mengakui bahwa Marie Kondo benar, setelah membuat lemari itu bisa bernafas, saya pun merasa lega dan bangga. Bahkan setiap hari saya meluangkan beberapa detik untuk memandangi pakaian, selimut, seprei, yang berderet di lemari.
Tapi apa semua sudah selesai? Semua sudah rapi?
Tentu belum. Masih banyak PR saya untuk berbenah. Dan ini hanya permulaan. Karena masih banyak benda sentimental yang belum tersentuh. Ada puluhan buku yang mesti saya elus-elus sebelum dipindahkan dari rak koleksi. Juga merombak dapur dan kamar yang seperti kapal pecah.
Ini tantangan saya. Dan saya yakin bisa berubah untuk melalui nya.


#OdopRumlitIPJepara
#BelajarMenulis
#Konmari
Read more

Ikuti Petunjuk Ini

“Sikat lah gigi selama 2 menit”
Petunjuk yang tertera pada wadah pasta gigi akan segera kita praktikan setelah membacanya.
*Kocok lah sebelum diminum”
Arahan dari botol yang akan kita minum itu akan segera kita ikuti tanpa protes.

Lalu saya dan suami tersenyum geli sendiri. Bukankah selama ini petunjuk dari Nabi seperti makan dengan tangan kanan, minum dengan duduk sangat mudah dikerjakan. Entah kenapa kok sering lupa, bahkan sengaja tak diikuti. Sedangkan petunjuk dari pabrik, kalau tidak dilakukan kita merasa salah, merasa kurang.

Kalau ada air kemasan yang menganjurkan minum dengan duduk misalnya. Atau memberi tambahan simbol untuk makan minum dengan duduk. Tentu akan memudahkan sebagian konsumen melakukan hal baik tanpa dirasa.
Soalnya dari kemarin Mariyah pun jadi rajin buang bungkus snack ke tempat sampah semenjak memerhatikan simbol 'buang lah di tempat sampah’ pada setiap kemasan jajan yang ia beli. Ternyata simbol itu lebih manjur daripada omelan emak nya setiap hari.



#RumlitIPJepara
Read more