Hanya beberapa kali saya melarang mariyah makan permen. Dengan mudahnya ia mematuhi apa yg saya katakan. Ia hati-hati sekali kalau melihat permen, bertanya dulu apa saya mengizinkan atau tidak.
Berbeda saat saya melarang ia makan coklat. Puluhan kali saya memberi argumen, puluhan kali saya katakan kekhawatiran saya dg kesehatan gigi nya. Tapi tetap saja ia makan coklat dg lahap nya.
Setelah merenung cukup lama, saya sadar sebelum mengajarinya, saya harus belajar. Sebelum melarangnya, saya harus menjauhkan diri dari yg saya larang.
Dan itu lah yg terjadi antara coklat dan permen.
Semenjak saya melarang permen, saya bertekad diri untuk tidak memakan nya. Berbeda dengan coklat. Puluhan kali saya melarang nya, puluhan kali saya memakannya (padahal saya selalu makan saat anak-anak tidur atau pergi agar mereka tidak tau).
Semenjak saya melarang permen, saya bertekad diri untuk tidak memakan nya. Berbeda dengan coklat. Puluhan kali saya melarang nya, puluhan kali saya memakannya (padahal saya selalu makan saat anak-anak tidur atau pergi agar mereka tidak tau).
Sama hal nya dg permen dan coklat. Keteladanan orang tua dalam hidup anak itu lebih mengena, daripada ucapan kosong belaka. Apa yang disampaikan dari hati akan sampai ke hati.
Kita perintah anak sholat, tapi sholat kita sendiri bolong. Mana pantas perintah kita dipatuhi?
Kita larang mereka bohong tapi ratusan kali orang tua bicara bohong. Mana bisa ucapan kita diikuti?
Kita mau nya anak-anak belajar yg rajin biar pintar, sedangkan kita sendiri enggan belajar, enggan mengaji.
Dan masih banyak hal yang kita harapkan dari anak tapi kita lupa bebenah diri.
Kita larang mereka bohong tapi ratusan kali orang tua bicara bohong. Mana bisa ucapan kita diikuti?
Kita mau nya anak-anak belajar yg rajin biar pintar, sedangkan kita sendiri enggan belajar, enggan mengaji.
Dan masih banyak hal yang kita harapkan dari anak tapi kita lupa bebenah diri.
Kita sebagai orang tua sering tidak sadar bahwa kita bukan hanya tempat anak-anak lahir ke dunia, tapi juga guru dan teladan jiwa mereka.
Maka, mendidik anak harus dimulai dengan mendidik diri sendiri.
Maka, mendidik anak harus dimulai dengan mendidik diri sendiri.
Mari belajar lagi, memperbaiki diri.
Aisyah al Hinduwan
0 komentar