Tiga hari menjelang ramadhan saya ke dokter untuk
memastikan tidak ada gangguan saat puasa nanti. Si abang (suami) yang
bosan menunggu antrean keluar sebentar mencari bakso. Sebuah pemandangan
tak menyenangkan ia temui. seorang anak yg menangis di pelukan ibu nya,
merengek ingin pulang. sedang ayah nya membentak nya marah, menekannya
untuk tetap bertahan di pesantren. Abang tau ia bukan siapa-siapa, hanya
penonton yg ikut terluka.
Aku bisa merasakan betapa
geram nya suamiku. Ia juga seorang ayah. Tak sampai hati melihat anak yg
belum akil baligh itu dipaksa nyantri hanya karena ambisi orang tua
nya.
Pikiranku melayang pada beberapa tahun silam saat
mantan penyanyi cilik "tasya kamila" bercerita bagaimana anak-anak yang
dipaksa mengikuti audisi menyanyi oleh orang tua nya, ada yg dicubit,
dimarahi, agar berusaha keras untuk menang.
Apa yg sama disini?
Dulu audisi menyanyi, sekarang audisi hafidz cilik, dai cilik.
Para orang tua berbondong-bondong memasukkan anaknya sedini mungkin di pesantren. Sampai lupa anak-anak masih butuh perhatian mereka. Mereka seenaknya sendiri ingin anaknya jadi santri sukses, tapi tak mau tau proses yg anak-anak alami di pesantren. Jika gagal, tinggal kambing hitam kan saja pesantren nya, marahi saja anak nya. Beres !
Dulu audisi menyanyi, sekarang audisi hafidz cilik, dai cilik.
Para orang tua berbondong-bondong memasukkan anaknya sedini mungkin di pesantren. Sampai lupa anak-anak masih butuh perhatian mereka. Mereka seenaknya sendiri ingin anaknya jadi santri sukses, tapi tak mau tau proses yg anak-anak alami di pesantren. Jika gagal, tinggal kambing hitam kan saja pesantren nya, marahi saja anak nya. Beres !
Orang tua yg hanya terpaku pada hasil yg mulus, sukses yg instant, lalu ambisi terkenal mereka terpenuhi.
Mereka tidak tau bahwa anak2 hebat yg mereka lihat adalah hasil ikhtiar ayah ibu yg luarbiasa. Dari sebelum hamil, ada ayah ibu yg tak berhenti berdoa, saat hamil pun khatam al quran berkali-kali. Juga menjaga diri dari makanan yg sumbernya haram. Dan banyak ikhtiar lain agar lahir anak yg lahir sholih , alim.
Mereka tidak tau bahwa anak2 hebat yg mereka lihat adalah hasil ikhtiar ayah ibu yg luarbiasa. Dari sebelum hamil, ada ayah ibu yg tak berhenti berdoa, saat hamil pun khatam al quran berkali-kali. Juga menjaga diri dari makanan yg sumbernya haram. Dan banyak ikhtiar lain agar lahir anak yg lahir sholih , alim.
Lalu apa yg sudah kita lakukan agar memiliki anak hebat semacam itu?
Mencubit, memarahi, memukul, dan menyakiti dg lisan kita?
Mencubit, memarahi, memukul, dan menyakiti dg lisan kita?
Mari
sadar lah.... perbaiki diri sendiri jika ingin anak kita tumbuh dg
baik. Kalau kita bisa memaksa anak belajar, maka kita juga harus belajar
menjadi orang tua yang baik. Kita adalah tempat tumbuh anak-anak.
Teladan yang mereka cintai. Kita juga lah pendidik pertama, pembangun
karakter, peletak pondasi agama.
Jangan biarkan mereka menjadi santri cilik yg tertekan.
Kita lah yg harus memperbaiki diri agar menjadi orang tua teladan.
Jangan biarkan mereka menjadi santri cilik yg tertekan.
Kita lah yg harus memperbaiki diri agar menjadi orang tua teladan.
0 komentar