Sunday, August 20, 2017

Doa Untuk Kesembuhan

IJAZAH BACAAN UNTUK KESEMBUHAN SEGALA PENYAKIT
.
Dibawah ini adalah bacaan yang diijazahkan oleh Syaikh Abdul Hadi al-Kharsah, ulama besar asal Syria, untuk kesembuhan segala penyakit dengan izin Allah.
.
Beliau berkata: saya tidak pernah membacakan bacaan ini untuk orang sakit kecuali disembuhkan dari penyakitnya dg izin Allah.
.
Bacaan tersebut adalah:
(أقسمت عليك أيتها العلة بعزة عزة الله، وبعظمة عظمة الله، وبجلال جلال الله، وبقدرة قدرة الله، وبسلطان سلطان الله، وبلا إله إلا الله، وبما جرى به القلم من عند الله، وبلا حول ولا قوة إلا بالله إلا انصرفت).
.
AQSAMTU 'ALAIKI AYYATUHAL 'ILLATU BI 'IZZATI 'IZZATILLĀH, WA BI 'AZHOMATI AZHOMATILLĀH, WA BI JALĀLI JALĀLILLĀH, WA BI QUDROTI QUDROTILLĀH, WA BI SULTHÔNI SULTHÔNILLĀH, WA BI LĀ ILĀHA ILLALLĀH, WA BI MĀ JARÔ BIHIL QOLAMU MIN 'INDILLĀH, WA BI LĀ HAULA WA LĀ QUWWATA ILLĀ BILLĀHI ILLANSHOROFTI
.
.
Syaikh Abdul Hadi al-Kharsah mengijazahkan bacaan ini untuk semua muslimin dan muslimat pada hari sabtu 13 Mei 2017 via grup WA Ahlu adz-Dzikr dibawah asuhan beliau sendiri.
.
Beliau juga mencantumkan komentar Imam Ad-Damiri dalam kitab Hayat al-Hayawat tentang bacaan diatas:
قال الدميري في حياة الحيوان: روى ابن بشكوال، في كتاب المستغيثين بالله عز وجل، عن عبد الله بن المبارك المجمع على دينه وعلمه وورعه، أنه قال: خرجت إلى الجهاد ومعي فرس، فبينما أنا في بعض الطريق إذ صرع الفرس، فمر بي رجل حسن الوجه طيب الرائحة، فقال: أتحب أن تركب kفرسك. قلت: نعم. فوضع يده على جبهة الفرس حتى انتهى إلى مؤخره، وقال: أقسمت عليك أيتها العلة بعزة عزة الله، وبعظمة عظمة الله، وبجلال جلال الله، وبقدرة قدرة الله، وبسلطان سلطان الله، وبلا إله إلا الله، وبما جرى به القلم من عند الله، وبلا حول ولا قوة إلا بالله إلا انصرفت. قال: فانتفض الفرس وقام، فأخذ الرجل بركابي وقال: اركب، فركبت ولحقت بأصحابي، فلما كان من غداة غد وظهرنا على العدو فإذا هو بين أيدينا، فقلت: ألست صاحبي بالأمس؟ قال: بلى. فقلت: سألتك بالله من أنت؟ فوثب قائماً، فاهتزت الأرض تحته خضراء، فإذا هو الخضر عليه السلام. قال ابن المبارك رضي الله تعالى عنه: فما قلت هذه الكلمات على عليل إلا شفي بإذن الله تعالى. اهـ.
.
.
Dishare oleh: Ibnu ad-Dimaky
Read more

Santri Usia Dini

Tiga hari menjelang ramadhan saya ke dokter untuk memastikan tidak ada gangguan saat puasa nanti. Si abang (suami) yang bosan menunggu antrean keluar sebentar mencari bakso. Sebuah pemandangan tak menyenangkan ia temui. seorang anak yg menangis di pelukan ibu nya, merengek ingin pulang. sedang ayah nya membentak nya marah, menekannya untuk tetap bertahan di pesantren. Abang tau ia bukan siapa-siapa, hanya penonton yg ikut terluka.
Aku bisa merasakan betapa geram nya suamiku. Ia juga seorang ayah. Tak sampai hati melihat anak yg belum akil baligh itu dipaksa nyantri hanya karena ambisi orang tua nya.
Pikiranku melayang pada beberapa tahun silam saat mantan penyanyi cilik "tasya kamila" bercerita bagaimana anak-anak yang dipaksa mengikuti audisi menyanyi oleh orang tua nya, ada yg dicubit, dimarahi, agar berusaha keras untuk menang.
Apa yg sama disini?
Dulu audisi menyanyi, sekarang audisi hafidz cilik, dai cilik.
Para orang tua berbondong-bondong memasukkan anaknya sedini mungkin di pesantren. Sampai lupa anak-anak masih butuh perhatian mereka. Mereka seenaknya sendiri ingin anaknya jadi santri sukses, tapi tak mau tau proses yg anak-anak alami di pesantren. Jika gagal, tinggal kambing hitam kan saja pesantren nya, marahi saja anak nya. Beres !
Orang tua yg hanya terpaku pada hasil yg mulus, sukses yg instant, lalu ambisi terkenal mereka terpenuhi.
Mereka tidak tau bahwa anak2 hebat yg mereka lihat adalah hasil ikhtiar ayah ibu yg luarbiasa.  Dari sebelum hamil, ada ayah ibu yg tak berhenti berdoa, saat hamil pun khatam al quran berkali-kali. Juga menjaga diri dari makanan yg sumbernya haram. Dan banyak ikhtiar lain agar lahir anak yg lahir sholih , alim.
Lalu apa yg sudah kita lakukan agar memiliki anak hebat semacam itu?
Mencubit, memarahi, memukul, dan menyakiti dg lisan kita?
Mari sadar lah.... perbaiki diri sendiri jika ingin anak kita tumbuh dg baik. Kalau kita bisa memaksa anak belajar, maka kita juga harus belajar menjadi orang tua yang baik. Kita adalah tempat tumbuh anak-anak. Teladan yang mereka cintai. Kita juga lah pendidik pertama, pembangun karakter, peletak pondasi agama.
Jangan biarkan mereka menjadi santri cilik yg tertekan.
Kita lah yg harus memperbaiki diri agar menjadi orang tua teladan.
(Aisyah dan suami yg sedang prihatin)
Jepara, 2 Juni 2017

Read more

Saturday, August 19, 2017

Sekolah atau di rumah??

"Anak nya gak sekolah?" Tanya seorang yg berkunjung ke rumah tadi pagi.
"Gak" jawab suamiku singkat.
"Umur berapa?" Tanya nya lagi.
"4th"
"Kok bisa?"
?!?!?!

Entah itu sudah pertanyaan ke berapa yg mampir kalau lihat mariah di rumah. Kok lama2  aku merasa ada yg aneh. Ternyata disekitar rumah anak seusianya sekolah semua sebelum 4th.
Ingatan ku kembali beberapa tahun silam sebelum menikah, bagaimana ibu-ibu bergunjing melihat anak-anak yg sekolah dini. Berbagai komentar negatif keluar. Tapi setelah beberapa tahun punya anak, ternyata masyarakat berubah. Banyak anak-anak sudah sekolah sejak usia 3th. Dan melihat aneh pada anakku yg tidak ikut-ikutan sekolah.

Kadang ingin menjawab pandangan tidak menyenangkan mereka, bahwa yg nama nya belajar/ mencari ilmu tidak harus lewat sekolah. Belajar sholat, Belajar mengurus rumah, bermain dg alat seadanya, belajar menghormati orang lain,itu juga bagian dari belajar.
Karena belajar tak melulu soal huruf dan angka.
Anak mulai bertanya banyak hal dan berulang-ulang,  mau berusaha menaruh piring dan baju kotor pada tempatnya, membantu ibu nya memasak atau menyapu sebisanya, itu juga bagian dari belajar.

Sebenarnya belajar lewat sekolah ataupun tidak, yg penting anak-anak selalu bahagia dan menikmati setiap proses belajar nya.

Read more