Thursday, April 21, 2022

Rukhsah Puasa

Beberapa waktu yang lalu seorang kenalan menulis tentang perempuan hamil dan menyusui yang mengambil rukhsah pada bulan puasa. Dalam opininya ia berpendapat bahwa harusnya perempuan hamil atau menyusui lebih mengutamakan kewajibannya pada Tuhan dan tidak mudah mengambil kemudahan dengan tidak berpuasa. Kalau lemes ya dibuat tiduran, tidak perlu ngapa-ngapain selama puasa. Itu bagian kewajiban si suami dan keluarganya yang lain membantu perempuan itu agar tetap berpuasa selama fisiknya dan bayinya baik-baik saja. Karena gak ada ceritanya perkara sunnah (pekerjaan rumah, ngurus anak,dll) mengalahkan perkara wajib.  Kurang lebih begitu poin yang ku tangkap dari postingannya.


Well, tulisannya benar-benar membuat aku gelisah. Ungkapan nya benar tapi entah kenapa terasa agak salah. Memang islam itu mudah tapi tidak boleh bermudah-mudahan. Kalau kuat ya seharusnya puasa meskipun hamil dan menyusui. Poin yang ia tulis itu benar. Hanya saja saat ia bilang 'gak ada perkara sunnah mengalahkan perkara wajib' yang memang benar tapi terasa janggal. Kenapa terasa janggal? Karena pada praktik di lapangan tidak seperti itu. Kita tidak bisa membandingkan setiap kondisi perempuan itu sama. Dan tidak semua perempuan beruntung punya suami dan keluarga yang paham agama. Paham bukan hanya sekedar tau dan pernah belajar agama tapi memang praktik dalam kehidupan sehari-harinya benar adanya.


Kita buat saja contoh, ada perempuan hamil dan karena kesulitan ekonomi ia harus ikut membantu suaminya bekerja. Tentu saat ia memilih untuk tidak berpuasa bukan karena ia menggampangkan perkara wajib tapi demi keadaan fisiknya yang memang hamil dan bisa lemah jika dibarengi puasa. Ada lagi perempuan hamil yang tinggal dengan keluarga suaminya, dan seolah menjadi pelayan dalam rumah tersebut, tentu memilih untuk mengambil rukhsah adalah kemaslahatan karena dalam kondisi tersebut tentu ia tak bisa berharap bantuan dari keluarga maupun suaminya. Di lain cerita ada perempuan hamil atau menyusui yang juga punya anak dengan jarak dekat dan ia ada di perantauan sedangkan suami bekerja dari pagi hingga malam. Tentu memilih rukhsah untuk tidak berpuasa adalah jalan keluar, bukan menggampangkan dalam beragama. Dan masih banyak kondisi tidak beruntung dari para perempuan yang tidak bisa dibandingkan.


Sungguh luar biasa sekali aturan dalam islam itu. Ada keringanan tapi tetap mengganti puasa jika kondisinya sudah mampu menjalani. Maka sebagai orang yang paham agama seharusnya faokusnya mengedukasi bahwa setelah masa hamil dan menyusui mereka harus siap mengqodho puasa yang ditinggalkan. Bukan menganggap kesulitan melaksanakan puasa yang dihadapi para perempuan itu sebagai menggampangkan agama. 


Read more

Monday, April 11, 2022

Saling Terbuka

Benarkah setelah menikah pasangan suami istri harus saling terbuka?

Jawabannya bisa iya dan tidak.

Tidak semua hal harus dikatakan dan tidak semua hal pantas disembunyikan. Kadang ada pembicaraan yang lucu dari para perempuan yang ingin tau semua hal tentang pasangannya. Pokoknya tidak boleh ada rahasia diantara kita. Tapi apakah itu benar?

Jawabannya tentu SALAH.


Sebagai manusia normal kita pasti punya rahasia yang ingin disimpan, baik dari masa lalu maupun hal yang terkini dialami. Tak peduli  laki-laki ataupun perempuan pasti punya hal semacam iitu. Misal, setelah menikah kita ingin suami atau istri tau bahwa kita dulu populer, banyak laki-laki atau perempuan menyukai kita bahkan mengumbar hubungan cinta di masa lalu. Atau mungkin kita merasa perlu bilang pada pasangan bahwa dulu pernah mencintai dalam diam pada si A atau B. Pembicaraan semacam itu harus dihindari. Semestinya apa yang telah usai di masa lalu bukan lah hal yang mesti dikonsumsi pasangan kita di masa kini. Alih-alih ingin dia mengenal kita lebih dalam, malah jadi kecemburuan dan kecurigaan yang memburuk dari waktu ke waktu.


Selain masa lalu yang mesti disimpan, hal yang mesti nya tidak perlu kita bagikan ke pasangan adalah keburukan atau kesalahan orang tua dan saudara-saudara kita. Karena mereka adalah keluarga kita yang pertama dan ikatan darah berlangsung selamanya maka menjaga nama baik mereka adalah kewajiban kita. Makanya ghibah itu dosa. Apalagi yang dighibah itu orang tua, duh naudzubillah. Tapi kita tentu boleh mengatakan karakteristik, sifat dan hal yang tidak disukai keluarga kita, agar pasangan lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan mereka.


Salah satu hal yang kerap dituntut para perempuan agar suaminya terbuka adalah masalah keuangan. Berapa uang/ gaji yang didapat, dan ke mana uang itu dipakai. Sebenarnya terbuka soal gaji/pendapatan itu bukan kewajiban suami. Karena itu murni milik mereka, tapi mereka wajib memberi nafkah sesuai kemampuan. Selama diperoleh dari jalan yang halal dan transferan selalu lancar, sah-sah saja tidak perlu diceritakan. Namun akan lebih melegakan jika para suami mau berbagi soal keuangan pada istrinya agar tidak timbul kecurigaan.


Salah satu hal yang kerap disembunyikan pada pasangan padahal mestinya diceritakan adalah soal hutang. Padahal masalah hutang, wajib kita bagikan ke pasangan. Agar  ketika kematian datang tiba-tiba, ada pihak keluarga yang bisa mengurusnya. Sehingga setelah kita mati, tidak ada tanggungan lagi di dunia ini.


Ini hanya sebagian kecil hal yang saya soroti. Tentu ada beberapa hal yang menjadi kesepakatan bersama untuk saling terbuka. Ada hal yang disembunyikan berdasarkan intuisi bahwa itu lebih baik tak diketahui. Karena setiap pasangan punya rules masing-masing asal tak melanggar syariat agama.


Read more