Beberapa waktu lalu seorang saudara jauh suami menghubungiku dengan urusan mendesak. Kami belum pernah bertemu ataupun mengenal tapi sudah saling mendengar tentang satu sama lain. Sebelum chat di whatsapp itu berakhir ia menanyakan, “Bagaimana aku bisa mengenalimu saat berpapasan jika foto profilmu hanya anak-anak?”
Read more
“InsyaAllah saya yang akan menyapa jika diberi kesempatan berjumpa.” jawabku singkat.
Pertanyaan tentang foto itu mengingatkanku pada tahun-tahun yang berlalu. Saat itu aku masih kelas tiga aliyah. Facebook masih menjadi tempat favorit posting semua hal salah satunya adalah foto diri. Seperti kebanyakan orang, dengan alasan menyimpan kenangan, fotoku dalam segala moment pun selalu terekspos.
Menyenangkan. Meskipun komentar hanya datang dari teman yang duduk di bangku sebelah.
Lalu suatu hari ada sebuah inbox dari laki-laki asing itu masuk. Dari foto profil nampaknya ia sudah paruh baya. Laki-laki itu bilang “aku ingin menyimpan fotomu di komputer ku.”
Aneh. buat apa pria berumur menyimpan foto gadis yang lulus SMA saja belum. begitu pikirku.
“Buat apa?” tanyaku singkat.
“Aku suka, foto kamu cantik.”
Entah kenapa pujian itu malah membuatku merasa takut. Rasanya merinding. Pikiran aneh-aneh mulai muncul di kepala. Jika pujian itu datang dari anak seusiaku atau kakak tingkat, mungkin aku akan merasa bangga. Dibilang cantik kan memang menyenangkan. Tapi karena kata itu datang dari bapak-bapak yang dari antah berantah, maka aku merasa itu janggal. Apalagi ia mau menyimpan fotoku.
Sebenarnya tanpa pamit, foto kita di media sosial sangat mudah disimpan dan disalahgunakan. Dan aku baru menyadarinya setelah pesan semacam itu masuk ke messenger ku.
Bayangkan, fotoku memakai seragam bisa mengidentifikasikan dimana sekolah dan tempatku tinggal. Foto saat berbelanja atau jalan-jalan bisa membuat orang menemukan tempat yang biasa kukunjungi. Dan banyak informasi yang bisa diperoleh hanya lewat foto.
Selain menjadi media informasi, foto juga bisa diedit oleh orang jahat, bisa dipakai coli orang yang punya kelainan atau fetish, juga dipakai untuk santet. Ya banyak lah kemungkinan buruknya. Tapi aku tidak menyangkal hal-hal baik dari foto, sebagai penyimpan kenangan misalnya. Aku hanya lebih aware.
Begitulah cuplikan cerita yang menjadi sebab satu persatu foto kuprivate. Mungkin agak terlambat, tapi lebih baik masih berusaha daripada tidak sama sekali. Kalau ada yang berpikir aku terlalu paranoid, ya…monggo lah. Toh fotoku gak penting-penting amat buat dipajang. Jadi buatku mencegah lebih baik dari show up diri yang gak perlu.