Beberapa bulan ini saya melakukan hal yang terus saya sesali. Awalnya saya tidak sadar kesalahan apa yang saya buat. Hal pertama yang membuat saya kaget adalah saat berusaha mengajak Mariyah bicara, dan ia malah lari ke rumah temannya. Itu bukan pemandangan yang asing. Saya sering melihat teman nya yang berusia 6 tahun melakukan itu saat ibu nya meneriaki untuk pulang atau mandi. Ia mulai meniru tanpa saya sadar.
Juga saat ia diam-diam jajan dipinggir jalan dengan teman-teman nya. Entah bagaimana mengajak ia bicara karena ia seringkali lari kalau ditanya. Belum lagi Mariyah terus merengek meminta ponsel karena teman sepermainan nya selalu membawa smartphone ke rumah kami.
Saya sempat kebingungan dan berakhir dengan menangis. Kegagalan saya membangun komunikasi hampir membuat saya ragu, apa pilihan untuk homeschooling itu tepat? Tapi beruntung suami masih menguatkan.
"Mendidik anak itu ikhtiar, hasilnya serahkan pada Yang Maha Kuasa." Katanya berusaha menenangkan.
Saya malah tambah mewek mendengar ia bicara begitu. Masalahnya apa ikhtiar saya sudah maksimal sehingga bisa pasrah begitu saja?
Saat menyampaikan permasalahan ini pada teman-teman pun tak ada solusi pasti. Meskipun begitu mereka tetap menjadi tempat saya belajar untuk tidak menyerah dalam membersamai anak.
Saya mulai mengeluh pada ibu, dan beliau sebaik-baiknya penasihat.
"Didoakan, dibacakan Fatihah, sholawat, minta sama Maha Melindungi." Tutur nya. Rasanya jadi malu sendiri. Pasalnya saya terlalu sombong, sudah merasa belajar parenting, sehingga lalai meminta pada Pencipta.
Dititik itu saya memasrahkan hati. Bantu ikhtiar ini ya Rabb, batin saya.
Beberapa hari kemudian kakak perempuan saya ke rumah dengan anak laki-lakinya. Mereka begitu akrab bermain seperti sama-sama anak kecil. Hal itu menarik untuk saya tanyakan, bagaimana ia begitu dekat dengan putranya. Ia bilang bahwa mereka sering main bersama, bahkan kakak pun bermain dengan teman-teman putra nya. Sehingga ia juga dekat dengan mereka.
Plak.
Rasanya seperti ditampar. Beberapa bulan ini saya memang sok sibuk dengan usaha baru. Dan membiarkan mereka main sendiri. Bahkan saat Mariyah Khadijah mengajak main, saya minta mereka main dengan teman-teman saja.
Memang sejatinya ibu nya ini yang salah. Terputusnya komunikasi karena mereka merasa diabaikan.
Akhirnya saya mulai dengan meminta maaf saat mereka hendak tidur. Kemudian mengajak mereka jalan-jalan, bermain bersama. Awalnya masih sulit. Tapi lambat laun Mariyah kembali bercerita dan bertanya ini itu. Dan mendengarkan alasan kenapa mereka tidak boleh jajan, atau bermain gadget.
Sejak itu saya sadar, bermain bersama dengan anak-anak bukan hanya tentang menumbuhkan kecerdasan nya tapi sebagai ungkapan bahwa saya sangat mencintai dan ingin dekat dengan mereka.
Teruntuk yang tercinta, Mariyah dan Khadijah. Saat kalian nanti membaca ini, Maafkan ibu yang tidak sempurna dan belum dewasa.